Senin, 23 Juni 2014

Cara Ampuh Menghadapi Ketakutan




Kebanyakan manusia cenderung memiliki sifat takut dan tidak berani mencoba hal yang baru. Hal seperti itu wajar, karena bagi sebagian orang tidak mau mengambil resiko bagi dirinya. Mereka cenderung melakukan hal yang sudah pasti karena tidak mau kalah dengan POM Bensin yang berslogan Pasti Pas. Tapi bagaimana ketika suatu saat dihadapkan pada sebuah situasi dimana kita harus menghadapi sesuatu yang baru dan tidak jelas apakah baik buat kita atau tidak? 



Saat itu gue masih bersekolah di SD Sleman 1. Saat SD, jarak rumah dan tempat gue sekolah sangat dekat. Cukup dengan berjalan kaki beberapa menit, sudah sampai ke sekolah. Sekolah yang berdekatan dengan rumah itu membawa banyak keuntungan, selain tidak membutuhkan waktu yang lama untuk ke sekolah, kita juga bisa menghemat uang. Mengapa? Karena ketika anak-anak lain saat istirahat pada berbondong-bondong jajan dan makan, gue memilih pulang untuk makan. Sehingga uang saku gue waktu itu utuh. Selain itu, gue tipe orang yang enggak bisa boker dan pipis di sembarang tempat walaupun itu di WC umum. Ada perasaan kurang nyaman ketika melakukan hal itu di tempat lain selain WC yang biasa digunakan di rumah. Maka karena rumah yang dekat dengan sekolah, ketika kebelet gue memilih pulang ke rumah untuk buang hajat di WC rumah daripada harus bersemedi di WC sekolah.



Beberapa hal tadi sudah membuat gue nyaman, tapi ketika lulus dari SD, gue dihadapkan pada situasi dimana gue harus jauh-jauhan dari rumah. Karena setelah lulus SD, gue melanjutkan sekolah di SMP N 1 Sleman yang jaraknya lumayan jauh dari rumah. Untuk berangkat dan pulang sekolah, gue enggak bisa jalan kaki lagi. Dan yang pasti gue harus belajar menahan boker dan pipis selama mungkin karena gue enggak mungkin bisa nyaman boker di WC sekolah maka moment itu harus gue tahan sampai saat sampai di rumah.



Untuk berangkat dan pulang sekolah, gue harus naik angkot. Bisa saja gue minta anter jemput Bapak tapi karena Bapak sibuk maka gue diminta apa-apa sendiri. Sebutan untuk angkot yang gue naiki adalah Joktem. Artinya yaitu Jogja-Tempel, singkatan nama jurusan angkot tersebut. Saat pertama kali berangkat sekolah naik angkot gue enggak bisa tidur malamnya. Gue bayangin macem-macem hal menakutkan yang bisa terjadi saat naik angkot.


Pertama, naik angkot itu ngeri kalau dompet lo kecopetan. Mau bayar pakai apa kalau uang semuanya lenyap bersama dompet itu? bisa-bisa gue ditendang saat angkot itu berjalan dengan kecepatan tinggi. Ngeeeeeeeeeng gubrak. Mati.



Kedua, naik angkot itu ngeri kalau lo ketiduran. Karena saat pagi hari berangkat sekolah adalah waktu dimana semua orang masih ngantuk-ngantuknya. Lo tertidur, tiba-tiba terbangun, kemudian tersadar sekolahnya sudah terlewat, maka lo teriak,”Bang, kiriii…” Abangnya menjawab, “@$#%#..” dengan bahasa asing yang lo enggak ngerti artinya. Setelah lihat map di smartphone ternyata lo udah sampai Uganda.



Ketiga, naik angkot itu ngeri ketika lo sebangku dengan om-om pedofil. Bayangin, lo lagi duduk dengan manis-manisnya ngeliat pemandangan dari kaca jendela Joktem. Lo bernyanyi kecil menyambut pagi yang cerah memakai pakaian seragam putih biru khas SMP-mu, dengan celana pendeknya yang ketat kayak hot pant. Sebelah lo ada om-om yang merhatiin lo terus. lo ge er, kemudian terbuai dan tiba-tiba duaaaak! kepala lo dipukul dari belakang. Lo pingsan, dan ketika tersadar celana lo sudah raib entah kemana. Ngeriiiii,…



Keempat, naik angkot itu ngeri ketika lo se-angkot dengan preman. Bayangin ketika lo nyetop angkot dan masuk dengan tegasnya. Ketika menjejakkan kaki pertama di angkot itu, puluhan pasang mata bengis menatap setiap gerak gerik lo.



Gue mikir hal-hal tersebut sampai gue tertidur. Keesokan harinya, setelah semuanya siap dengan diselingi wejangan Mamah untuk hati-hati dan ngingetin jangan sampai ada yang tertinggal, gue pun berangkat ke pangkalan dengan gemetaran. Setelah sampai ke pangkalan, tidak berapa lama angkot Joktem yang gue tunggu datang. Melihat wujudnya dari luar, gue semakin yakin tentang bayangan gue tadi malam. Gue lambaikan tangan tapi kemudian gue lari karena takut, tapi angkot itu malah ngejar. Gue lari, dia ikut lari. Akhirnya gue nyerah dan pasrah. Saat itu bayangan gue di dalam angkot sudah dipenuhi preman, copet, om pedofil dan sejenisnya. Kemudian gue ngelongok ke dalam untuk mencari tahu seberapa banyak mereka, tapi ternyata di dalam hanya dipenuhi anak-anak sekolahan semua. Gue ngeliat banyak cewek berseragam putih biru kayak gue. Gue ngeliat lama cewek-cewek itu dari ujung sepatu sampai rambutnya, enggak kerasa air liur gue menetes deras. Tak berpikir lama, gue pun buru-buru masuk angkot itu, menikmati desak-desakan dengan cewek-cewek cantik tersebut.



Saat gue merem melek menikmatinya, tiba-tiba angkot berhenti, ternyata angkot sudah sampai ke tujuan sekolah gue. Gue pun turun dari angkot dengan kecewa, kenapa secepat itu. Akhirnya gue sampai di sekolah baru, SMP N 1 Sleman. Gue lulus naik angkot untuk pertama kalinya dan gue bersyukur bisa menghadapi ketakutan gue.



Ternyata naik angkot tidak sengeri yang dibayangkan. Tinggal nyetop, naik, duduk, bayar, turun. Gue belajar satu hal, bahwa jangan sampai ketakutan menghalangi jalan lo. Apa yang belum kita hadapi emang menakutkan kalau dibayangkan, tapi belum tentu hal yang menakutkan itu merugikan kita. Untuk beberapa hal, kita harus berani mengambil resiko. Apakah nantinya itu akan merugikan atau menguntungkan kita, ketika kita sudah meyakinkan diri, maka hadapilah. Karena tidak ada cara paling ampuh melawan ketakutan selain menghadapi ketakutan itu sendiri.




4 komentar:

  1. Wihh sama banget nih ceritanya sama gue, gue tulis di blog juga sih. bedanya gue mulai naik angkot pas SMA._.

    BalasHapus
  2. Gue gapernah berani naik angkot kalau gaada teman. Dan, mama pun tidak mengizinkannya.
    Udahlah gaberani, gatahu pula arahnya gimana. :v

    BalasHapus