Jumat, 11 April 2014

Cerita Saat Ronda

Ronda, siapa yang gak tau ronda.
Berjaga menjaga keamanan, mengelilingi kampung, mengambil "jimpitan", bercengkerama sampai malam. Banyak dari kita masih mengalami dan mengetahui, ronda adalah acara sukarela warga untuk menjaga keamanan kampungnya.
Tapi bagi sebagian lain gak pernah ngalami karena, terutama bagi yang tinggal di komplek perumahan. Di komplek perumahan sudah ada hansip atau satpam yang bertugas menjaga keamanan. Tanpa khawatir apapun, bisa tidur nyenyak tiap malam karena merasa aman dengan telah hadirnya hansip atau satpam komplek. Tapi tempatku beda. Tidak bisa disebut kota, tapi tidak bisa disebut juga desa, tengah-tengahnyahlah. Kampungku aku menyebutnya, berada di dekat pasar dan pusat pemerintahan Kabupaten. Masyarakat tempatku terbagi menjadi berbagai golongan. Ada yang senang srawung, ada yang enggak. ada yang supersibuk ada yang selo. Ada yang gaul, ada yang enggak. Jadi, ronda di kampungku ini bukan hanya sebagai wadah untuk menjaga keamanan kampung saja tapi juga untuk menyatukan beberapa golongan tadi ke dalam wadah silaturahmi berbentuk ronda ini. Di kampungku, ronda diadakan 3 kali seminggu, Selasa Kamis dan Sabtu, bagi kampung dengan penduduk sekelumit, itu sudah maksimal karena memang bapak-bapak dan pemudanya hanya sedikit. Pemuda, mendapat jatah ronda tiap Malam Minggu, karena bapak-bapak tempatku sangat pengertian.
Bagi yang jomblo dan pacarnya ada di nun jauh di sana, acara ronda ini adalah anugerah.
Ronda malam minggu sebagai obat pelipur lara. Dengan berkumpul bersama, setidaknya bisa melupakan sejenak masalah yang ada. Walaupun cuma sementara... Nah, pada malam minggu yang kesekian ini,
Sebelum berangkat biasa aku sms teman-teman untuk memastikan pada berangkat.
"Aku bar kerokan, masuk angin ketoke"(Aku habis kerokan, masuk angin sepertinya)
"Absen duluk"
"Aku nyusul, lagi entas bali"(aku nyusul,soalnya baru saja pulang)
Duh suram..... Aku pun bergegas ke luar rumah menuju "Pos Ronda." Pos ronda kami bisa dibilang "elite" karena merupakan bangunan eks Kantor pemerintahan desa, sedangkan pos ronda asli kami sendiri sekarang berubah fungsi jadi angkringan. Entah kenapa kami ngepos kalah sama angkringan.
Sampai di sana memang benar sepi. Celingukan nyari teman, ternyata salah satu teman jadwal satu rondaku sudah datang. Dengan termangu-mangu berselimutkan sarung dia duduk di pojok lincak..
Aku angkat tangan menyapa dari jauh, dia diam..
Setelah didekati, dia diam..
Aku sapa lagi, dia diam...
Aku coba jalan mendekati lagi, malah semakin diam..
Ternyata, pandangannya sedang melihat ke arah lain, sepertinya tidak sadar dengan hawa kedatanganku, tapi kemudian setelah aku tepuk pundaknya pelan, dia baru tahu kedatanganku..
Ya sebut saja temenku itu, Wahyu.
Seorang teman yang "spesial", umurnya berjarak jauh dariku dan teman-temanku..
Sejak kecil dia tidak bisa mendengar,  sehingga ketika dia berbicarapun sedikit terganggu.. Dan saat ini, aku hanya berdua dengan dia..
Beberapa menit,
kita hanya saling diam. Bingung mau ngomong dan cerita apa..
Berpuluh-puluh menit berlalu,
masih diam.
Akhirnya aku membuka pembicaraan dengan dia. Aku bilang,"sepi"..dengan gerak bibir yang aku perjelas. Tidak dengan suara keras. Dan dia pun antusias menjawab, tapi aku tidak mengerti bahasanya, mencoba mencerna, aku hanya tersenyum dan mengiyakan..
Kami pun "mengobrol"..
Gerak bibir, bahasa isyarat, gerakan tubuh..
Ya dengan itu kita mengobrol. Kemudian kami menunggu lama teman-teman belum pada datang dan jam menunjukkan pukul 00.00, saatnya aku berubah..jeng jeng..hehehe. Tidak bukan itu, ini sudah semakin larut. Jatah kita ronda kan Malam minggu, bukan Minggu Pagi..
Kamipun berdua, memutuskan berpencar mengambil jimpitan (iuran ronda yang biasanya ditaruh di depan rumah) 
Aku RT 02, Wahyu RT 01. Setelah selesai muter, kami berkumpul kembali. Tak cukup lama kami keliling ngambil jimpitan karena memang wilayah kami hanya 1 RW dengan 2 RT. Tak beberapa lama kemudian, teman-teman kami mulai bermunculan. Pertama, Kelvin (@KelvinHhutomi), kemudian Afa (@AfaHebat) dan yang terakhir Kelsa.
Ya begitulah, cerita ronda  malam ini. Ronda yang cukup ramai, dengan 5 manusia, 1 kucing, beberapa tikus, kodok, kelelawar, serangga dan makhluk yang tidak terlihat lainnya.
Ada sentilan untukku malam itu. Hmmm...secara tidak sengaja disentil Wahyu.
Wahyu itu,
Dia sekarang yatim piatu..
Dia tidak bisa mendengar..
Dia tidak bisa berbicara dengan jelas..
Tapi dia tidak pernah merasa rendah diri.
Dia bergaul, dia bekerja, dan dia punya banyak teman. Lihat saja...
Aku gak tahu dia punya hp atau tidak, tanpa menunggu kabar dari siapapun, tapi dia sudah datang lebih dulu dari yang lain, sendirian..
Dia bekerja normal di tempat pembuatan kerajinan batik, tanpa dia rendah diri dengan keterbatasannya..
Dia tidak malu berkumpul dengan kami yang lebih muda..
Dia mau berbaur dengan orang-orang lain..
Iya, kita berbeda, 
Walau dia tidak bisa mendengar dan berbicara dengan jelas.
Dia  semangat..
Dia tidak rendah diri..
Dia tidak minder, mengurung diri di dalam rumahnya..
Dia rajin, tanpa banyak bicara dia kerjakan..
Aku gak pernah dengar dia bilang,"aku lagi galau,,"
Aku gak pernah dengar dia mengeluh..
Itulah perbedaannya,

Bagaimana dengan kita???
kita yang menganggap diri kita manusia normal, sudahkah mempunyai semangat itu?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar