Kamis, 17 April 2014

Peri Gigi dan Gigi Emasku



Di suatu pagi, saat masih kecil, Aku bercermin sambil menyisir rambut dan merapikan pakaian, kemudian berlenggak lenggok bak peragawan. Semua perfect....
Aku sangat mengagumi ketampananku, akupun tersenyum :)
Tapi...
"Oh Noooo...!"
Apa itu di gigiku??? Ada benda kekuningan di sela gigi. 
Wow, Ada emas di sudut-sudut gigiku. Iya emas!
Aku pegang dengan ujung jari untuk memastikan. Ini keras. Iya ini emas!
Aku tidak tahu bahwa aku bisa menghasilkan emas. Emasnya bisa aku jual buat beli mainan.
Yeeeey Aku manusia emaaaas..!!
Aku berlarian kegirangan dan menghampiri ibuku. menceritakan bahwa di gigiku ada emasnya. Tapi aku malah dimarahi. Bla...bla..bla...
Dibilang mandi gak bersihlah, males gosok gigilah dan bla bla lainnya. Dan ujung-ujungnya diminta ke dokter gigi. Waktu ya aku hanya mengiyakan ke dokter sekenanya.
Ya mengiyakan dan ternyata butuh waktu bertahun-tahun kemudian baru terlaksana. Dan selama itu aku hidup bersama gigi emasku. 


Ada 5 alasan yang membuat aku males ke dokter gigi :
1. Waktu kecil, aku pernah ke puskesmas dan ngintip ke ruang dokter gigi. Saat itu aku sedang melihat anak kecil yang mungkin sebayaku, sedang dicabut giginya, dia menangis keras sepertinya kesakitan. Pemandangan yang mengerikan.
2. Dan kebetulan dokter di situ, ibu-ibu yang keliatan galak.
3. Ngeri.
4. Pokoknya ngeri.
5. Ngeri Bingit.

Sampai berpuluh-puluh tahun kemudian. Pagi-pagi aku bangun tidur, langsung buka Hp, dan ngeliat email masuk. Wow, dapat panggilan ke Jakarta. Akupun mencoba memahami isi email tersebut, dan setelah yakin malah jadi panik sendiri karena belum siap apa-apa. Pertama, yang aku liat, peralatan tempurku. Setelah dirasa komplit lanjut ke cek penampilan, rambut oke, jerawat kebetulan lagi gak panen, oh nooooo ini gigi emasku, aku lupa padahal bertahun-tahun lalu Ibu sudah menasehati buat ke Dokter gigi.
Tanpa ba bi bu, mandi langsung ke Puskesmas Sleman buat bersihin gigi. Aku sudah tidak peduli lagi dengan 5 alasan aku males ke dokter gigi lagi. Aku mendaftar dan antri. 
Lama aku menunggu antrian. . . .
Dan sepertinya aku dulu terlalu gegabah untuk menyimpulkan hanya 5 alasan yang membuat aku males ke dokter gigi, karena sepertinya alasan itu  akan bertambah 1 alasan lagi, yaitu antri yang lama. Antri di sini sangaaaaat luamaaaaaa.
Sedetik serasa semenit, semenit rasa sejam, sejam rasa sehari. dan sepertinya di sini aku berasa sudah menunggu berhari-hari lamanya. Kemudian tau-tau aku sudah beruban dan mempunyai jenggot putih yang panjang. huff.
Setelah berhari-hari lamanya, akhirnya giliranku masuk.
Ketika aku masuk, tiba-tiba terlintas kembali pertanyaan yang selalu menakutiku saat aku kecil," Bagaimana kalau ternyata gigimu bermasalah dan harus dicabut?" "Pasti sakit dan kamu akan ompong. Kalau kamu ompong, kamu bakal diejek teman-temanmu."
"Deg" jantungku berdegup kencang, bagai genderang mau perang.
Tapi ahsudahlah terlanjur dipanggil. Aku pun masuk ke ruang itu. Masuk ke sana aku langsung disambut bak raja. Dan kemudian diminta duduk di kursi empuk dan nyaman karena bisa rebahan dan meluruskan kaki. Kemudian Mbak-Mbak dengan penutup masker mendekatiku, cantik sepertinya. Ini sih bukan dokter gigi tapi peri gigi. Dia meminta aku buat melebarkan mulutku dan kemudian memeriksaku. Aku menurut kepada Mbak Peri gigi ini.


Hmmm sampai detik ini aku masih nyaman dengan itu. Sampai dia mengeluarkan jurus ampuh dengan bilang,"Wah ini karangnya sudah jadi gunung, mas"
Ukh telak! Aku malu dibuatnya.
Aku pun hanya mencoba tersenyum dengan mulut yang masih menganga.
Lama aku disuruh menganga sambil gigiku dibersihkan oleh Mbak tadi. Sambil sesekali berkumur kemudian memuntahkan ''hasil pembersihan'' Mbak itu. Aku sedih, emasku hancur dan terbuang.
Tak terasa, tiba-tiba Mbaknya bilang kalau udah kelar. Akupun diberi cermin untuk melihat hasil karya Mbaknya. Dan yah gigiku sudah berubah, bersih. Tetapi,  emas yang aku tanam sudah hilang. Walau begitu, positifnya, aku pun bisa tersenyum lebar. 
Setelah membayar 100ribu, aku diwanti-wanti Mbaknya buat rajin gosok gigi dan ke situ 6 bulan sekali. Iya kali, siap Mbak kalau ternyata perawatannya kayak gini dan ternyata dirawat oleh seorang Peri Gigi.
Hmm, ternyata semua yang kutakutkan selama ini tentang dokter gigi tidak sesuai kenyataan. Bukan Ibu galak tapi Mbak Cantik bak Peri. Dan yang pasti ternyata tidak sakit.
Akupun pulang dengan riang sambil terus cengar cengir, pamer gigi.
Tapi, setelah sampai rumah, aku lemas  ketika menyadari bahwa ternyata panggilan ke Jakarta itu hanya bohong belaka.


Kata Bapak : Terkadang kita sebagai manusia terlalu takut keluar dari zona nyaman. Kita takut untuk mencoba hal baru yang belum pernah dilakukan dan dirasakan karena terlalu banyak berpikir negatif dan memikirkan resiko apa saja yang akan didapat sehingga hanya akan berputar-putar di suatu zona yang dianggap nyaman saja. Padahal belum tentu hal baru tersebut seperti yang dipikirkan selama ini. Siapa tahu ternyata  hal baru tersebut merupakan jalan bagi kita untuk menggapai kebahagiaan. Jangan takut mencoba hal baru, berpikirlah positif. Di luar sana, banyak petualangan seru menanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar